Simbol ® : merupakan kepanjangan dari Registered Merk artinya merek terdaftar. Merek- Merek yang menggunakan simbol tersebut mempunyai arti bahwa merek tersebut telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek yang dibuktikan dengan terbitnya sertifikat merek.
Simbol ™ :
merupakan kepanjangan dari Trade Mark artinya Merek Dagang. Simbol TM
biasanya digunakan orang untuk mengindikasikan bahwa merek dagang tersebut
masih dalam proses. Baik proses pengajuan di kantor merek ataupun proses
perpanjangan karena jangka waktu perlindungan (10tahun) yang hampir habis
(expired). *Namun bagi negara-negara yang menganut sistem merek "first
in use" seperti Amerika Serikat tanda ™ berarti merek tersebut
telah digunakan dan dimiliki.
Simbol © :
kepanjangan dari copyright artinya Hak Cipta, merupakan logo yang digunakan
dalam lingkup cipta dengan kata lain karya tersebut orisinil. Pengunanaan
simbol © dapat digunakan walaupun karya tersebut tidak dapat dibuktikan dengan
sertifikat hak cipta, karena perlindungan hak cipta bersifat otomatis
(automathic right), namun adanya sertifikat hak cipta dapat menjadi bukti
formil dimata penegak hukum. Komponen penting dalam hak cipta khususnya
lukisan/ logo, yaitu:
1. Pencipta
(sebagai pemegang hak moral)
2. Pemegang
Hak Cipta
3. Obyek
Ciptaan
4. Kapan
dan dimana ciptaan itu dibuat/ diumumkan
Logo R (®), TM (™) dan C (©) merupakan suatu tanda
yang biasanya dicantumkan dengan tujuan untuk menghalangi pihak yang akan
meniru atau menjiplak karyanya, dimana secara tidak langsung ingin
memberitahukan bahwa produknya atau karyanya telah diajukan permohonan atau
telah terlindungi haknya.
Copyright,
Copyleft, Creative Commons
Pada akhir dari pembahasan ini, saya harap anda dapat
memahami 3 hal sebagai berikut:
- 1) Bahwa copyright adalah sebuah istilah hukum, sedangkan copyleft dan creative commons bukan,
- 2) Walaupun bukan istilah hukum, tetapi copyleft dan creative commons sesungguhnya adalah pelaksanaan dari hukum copyright,
- 3) Karena mereka adalah pelaksanaan dari hukum copyright, maka copyleft dan creative commons bukanlah istilah yang merujuk pada tindakan melawan hukum, seperti: pembajakan.
Dan kunci untuk membedakan ketiganya dengan mudah adalah
dengan memahami SIMBOL dari masing-masing istilah tersebut. Ini pembahasannya.
Simbol Adalah
Hukum
Semua mahasiswa fakultas hukum tingkat pertama sudah
diajari bahwa hukum tidak dapat diartikan secara tunggal. Bentuknya pun
bermacam-macam, bisa berupa peraturan, putusan pengadilan, perjanjian, dan bisa
pula berwujud dalam bentuk: simbol. Namun esensinya, hukum adalah pedoman yang
dapat berupa larangan, kewajiban, maupun hak yang ditujukan kepada anggota
masyarakat. Oleh karena itu, seorang filsuf bernama Cicero pernah mengatakan “Ubi
Societas, Ibi Ius” yang berarti “Di mana ada masyarakat, Di sana ada hukum”.
Simbol adalah hukum ketika simbol tersebut
menunjukkan suatu larangan, kewajiban, atau hak yang diberlakukan kepada
anggota masyarakat. Simbol memiliki daya pengikat secara hukum kepada
anggota masyarakat jika:
1. dinyatakan
dalam suatu peraturan,
2. dinyatakan
dalam suatu perjanjian, atau jika
3. digunakan
secara luas oleh masyarakat.
Rambu lalu lintas di atas ini adalah contoh dari simbol
yang dinyatakan dalam suatu peraturan. Makna dari setiap simbol tersebut harus
mengacu pada ketentuan yang ditetapkan dalam peraturannya.
Tanda tangan, sebagaimana diilustrasikan dalam gambar di
atas ini, adalah contoh dari simbol yang dinyatakan dalam suatu perjanjian.
Makna dari simbol tersebut adalah persetujuan atau pernyataan kesepakatan
terhadap segenap isi perjanjian.
Gambar tengkorak di atas ini adalah contoh simbol yang
digunakan secara luas oleh masyarakat. Gambar itu sendiri umumnya diartikan
sebagai adanya suatu kondisi berbahaya atau mematikan di sekitar area tempat
adanya simbol tersebut.
Copyright (+)
Author’s Right (=) Hak Cipta
Istilah copyright memiliki simbol “huruf C dalam lingkaran”. Simbol ini masuk dalam simbol tipe
ketiga, yaitu simbol yang telah digunakan secara luas oleh masyarakat. Untuk
mengetahui apa makna hukum yang terkandung dari simbol copyright tersebut, mari
kita tinjau sedikit mengenai hukum copyright.
Copyright
adalah suatu jenis hak yuridis yang fokusnya adalah memberikan perlindungan
hukum terhadap tindakan perbanyakan secara eksklusif terhadap suatu karya.
Istilah ini konon berawal di Inggris dan lahir seiring dengan tumbuhnya
industri percetakan. Dengan demikian, hukum ini memang sengaja dibuat untuk
mengakomodir kepentingan bisnis para borjuis percetakan sahaja. Para pengarang
justru tidak memperoleh perlindungan hukum yang layak.
Beberapa negara di luar Inggris yang dikenal kuat tradisi
filsafatnya, seperti Jerman, Perancis, dan Belanda,
tidak menyukai model pengaturan semacam itu. Mereka berpendapat bahwa suatu
perbanyakan tidak mungkin dilakukan jika naskahnya tidak ada. Oleh karena itu,
mereka memandang bahwa pengarang
kedudukannya lebih penting daripada pencetak
atau penerbit. Akibatnya mereka
membuat hukum yang memberikan hak-hak khusus kepada pengarang dan mereka tidak
mau menyebut peraturan yang memuat hak itu dengan nama copyright. Peraturan itu
kemudian disebut Auteurswet di Belanda
dan Jerman, serta Droit
de Auteur di Perancis; yang
jika di-bahasa-inggris-kan, maka istilah tersebut berbunyi: Author’s
Right.
Pada masa Hindia Belanda, Auteurswet juga diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1912. Setelah merdeka, pemerintah
Indonesia mengadakan Kongres Kebudayaan
1952 untuk, salah satu tujuannya, merumuskan bahasa Indonesia yang sesuai
untuk istilah tersebut. Pada akhirnya dicapailah kesepakatan bahwa istilah Auteurswet diganti dengan istilah Hak
Cipta. Keengganan para peserta Kongres menggunakan istilah Hak
Memperbanyak (Copyright) menunjukkan penolakan mereka terhadap aturan
hukum yang semata-mata menekankan pada aspek kapitalisme, sedangkan tidak dipakainya lagi istilah Hak
Pengarang (Author’s Right) menunjukkan bahwa mereka tidak ingin adanya
suatu hukum yang sama sekali menafikan perlindungan terhadap investasi dan
bisnis. Oleh karena itu, mereka ingin ada satu istilah yang dapat menggabungkan
kedua konsep tersebut; suatu istilah hukum yang seimbang untuk mengakomodir
kedua kepentingan. Oleh karena itu, lahirlah istilah Hak Cipta sebagai istilah
hybrid hasil perkawinan kedua konsep
tersebut. Namun demikian, walaupun peserta Kongres berhasil merumuskan istilah Hak Cipta, tetapi mereka tidak membuat
padanan katanya dalam bahasa inggris. Akibatnya kini istilah Hak Cipta diterjemahkan sebagai: Copyright. -_-“ *(dalam artian disini Copyright = Hak cipta, bukan Hak Memperbanyak)
Dalam pengaturan di Undang-Undang Hak Cipta (UUHC),
istilah Hak Cipta tersebut kemudian digunakan untuk mendefinisikan hak yang
disebut sebagai Hak Ekonomis. Sedangkan, istilah yang digunakan untuk mengatur
mengenai author’s right adalah Hak Moral. Dalam konteks Hak Cipta,
kita harus dapat membedakan siapa yang disebut Pencipta dan siapa yang disebut
Pemegang Hak Cipta. Pencipta adalah
orang yang menciptakan suatu karya, sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang secara hukum memiliki Hak
Cipta atas suatu Ciptaan. UUHC menyatakan bahwa Hak Moral adalah milik dari Pencipta,
sehingga disebut pula Hak Pencipta; sedangkan Hak Cipta adalah milik dari Pemegang Hak Cipta. Oleh karena itu,
seorang Pencipta pasti memiliki Hak Pencipta/Hak Moral tetapi belum
tentu memiliki Hak Cipta/Hak Ekonomis, sedangkan Pemegang Hak Cipta pasti
memiliki Hak Cipta/Hak Ekonomis tetapi belum tentu memiliki Hak
Pencipta/Hak Moral. Pencipta dapat kehilangan Hak Cipta/Hak Ekonomis atas karyanya jika Ia mengalihkan
kepemilikannya kepada pihak lain.
Sama dengan hak lainnya dalam lingkup hak kekayaan intelektual, hak cipta pada
esensinya adalah hak eksklusif atau hak untuk memonopoli. Artinya, terhadap
suatu karya HANYA pemegang hak cipta-lah yang legal untuk melakukan kegiatan
perbanyakan, pengumuman, dan perbanyakan-pengumuman. Pihak lain yang ingin
melakukan pula kegiatan tersebut secara legal harus meminta IZIN dari pemegang
hak cipta. Karena itu, konstruksi hukum hak cipta sesungguhnya sangat sederhana.
Siapapun yang melakukan kegiatan
perbanyakan, pengumuman, atau perbanyakan-pengumuman terhadap suatu karya tanpa
izin dari pemegang hak cipta dipandang telah melakukan perbuatan yang melawan
hukum, baik secara perdata maupun pidana.
Izin dari pemegang hak cipta kepada suatu pihak ini
disebut: LISENSI. Karena itu, yang
memberikan izin sering disebut Licensor,
sedangkan yang mendapat izin disebut Licensee.
Licensor berhak menentukan lisensi apa yang akan diberikan kepada Licensee.
Karena itu, bisa saja suatu Licensee diberikan izin untuk memperbanyak, tetapi
tidak diberikan izin untuk mengedarkan, menjual, atau menterjemahkan. Licensee
dapat dianggap melakukan pelanggaran hukum, setidaknya melanggar hukum
perjanjian, jika melakukan hal-hal yang dilarang atau melampaui apa yang telah
ditentukan dalam lisensi. Misalnya, seseorang yang membeli program komputer
yang bersifat closed source selalu
memperoleh lisensi berupa lisensi pengguna akhir (end-user license). Jenis lisensi ini biasanya hanya memberikan hak
kepada orang tersebut untuk memperbanyak program tersebut di satu komputer dan
untuk menggunakannya di komputer tersebut. Jika orang itu memperbanyak program
komputer tersebut dan menjualnya, maka Ia dikatakan telah melampaui lisensi
yang diberikan padanya dan karena itu Ia dikatakan melanggar hukum. Dengan
demikian, jelaslah bahwa lisensi memiliki dampak yang besar terhadap legalitas
pemanfaatan suatu karya cipta.
Nah kembali ke persoalan simbol, makna hukum dari huruf C
yang dilingkari itu adalah pernyataan dari pemegang hak cipta kepada siapa saja
bahwa Ia lah yang menjadi pemilik hak cipta atas karya tersebut. Simbol
tersebut sama sekali tidak merepresentasikan tindakan pemberian lisensi. Karena
itu, siapa saja yang ingin memperbanyak, mengumumkan, atau
memperbanyak-mengumumkan karya tersebut harus terlebih dahulu minta izin
padanya. Melakukan tindakan-tindakan itu tanpa izin adalah suatu pelanggaran
hukum, walaupun belum tentu si pelaku mendapat keuntungan ekonomis dari
perbuatannya. Dalam konteks itulah maka simbol tersebut memiliki makna yang
sama dengan frase ALL RIGHTS RESERVED.
Simbol tersebut semakin punya makna yang represif, karena orang yang
memanfaatkan karya tersebut tanpa izin dapat dilaporkan ke Polisi dan dijatuhi
sanksi pidana berupa pemenjaraan.
Semangat kapitalis
yang terlalu berlebihan menjadi kandungan yang sangat esensial dari simbol C
dilingkari tersebut. Padahal, penciptaan suatu karya tidak melulu didasarkan
pada motivasi komersial. Seniman-seniman rakyat di Bali, Jepara, Kudus, dan
tempat-tempat lainnya justru malah bangga kalau desain ukirannya ditiru oleh
sodara-sedulurnya di kampung. Para politisi justru berharap kalau rekaman
pidatonya diperbanyak dan disebarluaskan secara gratis kepada masyarakat.
Seorang fotografer mungkin saja secara tulus menyebarkan dan membebaskan siapa
saja yang ingin memperbanyak foto tentang alam Indonesia agar seluruh penduduk
dunia tahu mengenai keindahan tersebut. Bahkan saya yakin, dalam salah satu
fase kehidupan anda, anda pasti pernah mencipta suatu karya tanpa
berpikir akan mengkomersialkan karya tersebut. Anda mencipta semata-mata karena
anda kreatif dalam menjalani hidup. Intinya, kalau anda tidak
mengkomersialkan karya ciptaan anda, maka: JANGAN GUNAKAN SIMBOL © INI!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar