"Meskipun sudah sejak lama ada kecurigaan diantara pemeluk agama Kristen kepada agama Islam, namun para sarjana menerima kenyataan bahwa tidak ada tradisi anti - Semit dalam ajaran agama Islam," tulis David Livingstone, seorang peneliti yang dihormati dan sudah memeluk agama Islam sejak tahun 1995.
Yang penting adalah bahwa Islam menawarkan pendekatan yang berbeda untuk memahami masalah "pemeluk agama Yahudi".
Islam mengecam mereka, akan tetapi masih menganggap mereka sebagai Ahli Kitab [baik yang beriman maupun kafir-pent], sehingga meskipun kejahatan yang mereka lakukan, mereka masih diakui sebagai komunitas agama yang dihormati.
Jadi sepanjang perjalanan sejarah dalam lingkungan kerajaan Islam, para pemeluk agama Yahudi, Muslim dan Kristen telah hidup berdampingan secara damai. Orang yang beragama Yahudi bahkan diizinkan untuk mempertahankan Exilarch mereka sendiri, [Exilarch : salah satu dari garis keturunan penguasa komunitas agama Yahudi di Babylonia dari sekitar abad ke- 2 sampai awal abad ke-11.] dan mengatur kelompoknya sendiri sesuai dengan peraturan mereka, bahkan dengan hukum Talmud yang sudah menyimpang dari kebenaran sekalipun. Saya berpendapat bahwa hal tersebut menjelaskan mengenai luasnya rahmat Allah yang Maha Besar, dan juga terdapat pelajaran dalam ajaran Islam bagi kita semua tentang bagaimana memperlakukan orang lain, walaupun kita tahu mereka salah."
Islam mengatakan bahwa agama Yahudi awalnya memperoleh kebaikan dari wahyu Ilahi, akan tetapi kemudian berbalik murtad kepada Tuhan. Dewasa ini "Yudaisme" berarti Kabbalah dan Talmud.
Menurut Al-Qur’an, Allah menetapkan perjanjian dengan Bani Israel dan memilih mereka atas semua bangsa-bangsa di dunia untuk bertindak sebagai wakil -Nya di muka bumi.
Mereka diberi 10 perintah-perintah sederhana, semangat yang tercakup dalam diktum ini adalah: "do unto others as thou would have others do unto you, - lakukan kepada orang lain sebagaimana orang lain memperlakukanmu," yaitu, Golden Rule.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” ( QS al-Baqarah 2: 83 )
Al-Qur’an kemudian melanjutkan dan menyebutkan nikmat apa saja yang telah diberikan kepada orang-orang yang beragama Yahudi, dan mengingatkan mereka tentang mujizat yang luar biasa yang telah mereka saksikan sendiri, akan tetapi mereka tetap dan terus-menerus menolak menyembah Allah dengan benar.
Selama berabad-abad Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para nabi untuk memperingatkan bangsa Israel supaya menghentikan penyembahannya kepada dewa Kanaan, Baal dan Astarte, mereka membangun pilar phallic untuk para dewa tersebut, melakukan pengorbanan manusia serta perbuatan keji lainnya.
Akhirnya, mereka diperingatkan bahwa jika mereka tidak berhenti, mereka akan diasingkan. Itulah yang memang kemudian terjadi pada pergantian abad keenam SM, dimana ketika Nebukadnezar menangkap hampir seluruh penduduk Bani Israel dan di buang ke Babel, suatu periode yang dikenal sebagai masa pengasingan.
Al-Qur’an menceriterakan:
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar." (QS al-Isra’17: 4).
“Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (QS al-Isra’17: 5)
Saat kejadian itu di Babilonia dimana sejumlah orang-orang yang beragama Yahudi melakukan tindakan penentuan dari semua pelanggarannya, yaitu murtad. Alih-alih meninggalkan penyembahan kepada Baal, mereka malah memasukkannya ke dalam agama Yahudi, kemudian agama Yahudi di re-"interpretasi" kembali sesuai hawa nafsu mereka.
Agama Yahudi yang sudah di re-interpretasi itu akhirnya dikenal sebagai Kabbalah, di dalamnya termasuk unsur-unsur sihir Babilonia dan astrologi, dimana dengan diam-diam Lucifer dianggap sebagai Tuhan yang benar dari Alkitab, dan Lucifer disetarakannya dengan berbagai dewa kuno.
Namun tidak semua orang-orang yang beragama Yahudi ikut bertanggung jawab terhadap perubahan agamanya, melainkan hanya sebuah kelompok di antara mereka yang murtad, sebagaimana dijelaskan al-Qur’an:
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat2) -di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (QS al-Baqarah 2:102)
Orang-orang yang beragama Yahudi murtad ini kemudian menyamarkan tujuan mereka yang sebenarnya dalam rangka untuk mendominasi dunia, dengan mengaku bekerja untuk memenuhi nubuatan Alkitab. Cara kerja mereka mendasarkan kepada keyakinan Luciferianisme, yang esensinya sama dengan " tujuan menghalalkan segala cara ".
Tapi sebaliknya, mereka menganggap bahwa tanggung jawab moralnya hanya untuk diri mereka sendiri, dan dengan asumsi yang salah ini menganggap dirinya menjadi "manusia pilihan" yang berarti menurut mereka bahwa Allah lebih menyukai mereka di atas semua bangsa. Karena al-Qur'an mengatakan:
“Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar”. (QS al-Baqarah 2: 94)
Mereka dengan demikian semakin merusak pengertian perjanjian dengan Tuhan bahwa hal itu berlaku untuk mereka tanpa syarat, dan karena itu, bahwa janji Tuhan tentang kepemilikan atas tanah Israel, atau Zion, adalah untuk selamanya - mengikat, dan bahwa mereka akhirnya ditakdirkan untuk menguasai dunia, dengan kedatangan Mesias [Imam Mahdi-pent] mereka yang ditungu-tunggu.
Pada dasarnya, orang-orang yang beragama Yahudi sudah kehilangan pengetahuan "Spirit Hukum" yang benar, mereka beralasan telah dihukum oleh Yesus yang mengingatkan mereka bahwa dasar Hukum ini adalah untuk mencintai sesama, bukan hanya terhadap sesama penganut agama Yahudi saja, karena tetangga mereka juga adalah makhluk manusia juga.
Namun meskipun risalah Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam datang untuk memperbaiki wahyu Allah yang telah dirubah oleh orang-orang yang beragama Yahudi dan Kristen, beliau meramalkan bahwa kaum muslimin juga akan jatuh ke dalam kesalahan yang sama, "seperti masuk ke dalam lubang biawak".
Dan dewasa ini hal itu telah terjadi pada umat Islam, kaum Muslimin juga kini telah kehilangan pengetahuan Spirit Hukum, dan karenanya terperosok kedalam kontroversi yang tidak penting dan kondisinya dimana-mana ditindas oleh penguasa despotik, gagal untuk hidup sesuai dengan contoh dari orang yang sejati keimanannya.
---
Catatan pent:
Menurut penterjemah tidak ada orang/bangsa Yahudi, Yahudi adalah salah satu dari tiga agama samawi yang dikhususkan untuk Bani Israel.
Penterjemah sependapat dengan yang dimuat dalam tafsir al-Jalalin [terjemahan, Tafsir Jalalain hal. 53] bahwa kata ‘al-malikain’ dibaca dengan lam baris di bawah sehingga berarti dua orang raja. Karena sihir merupakan sesuatu yang diharamkan, baik belajar atau mengajarkannya. Menurut kami Malaikat tidak akan melakukannya, apalagi belajar dari setan, sebagaimana dijelaskan al-Qur’an dalam at-Tahrim 66:6 bahwa para malaikat tidak mendurhakai Allah.
“Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya.” Para sahabat lantas bertanya, "Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)?" (HR Bukhary)
Dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan wajah ke kami dan bersabda: "Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya; (1) Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka. (2) Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim. (3) Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan. (4) Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya kecuali Allah akan kuasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan menguasainya. Dan (5) tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan tidak menganggap lebih baik apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan rasa takut di antara mereka." (HR Ibnu Majah 4009)
David Livingstone is the author of "Terrorism and the Illuminati." His website carries the same name.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar